Selamat Datang di Blog KUA Narmada..... semoga menjadi pencerahan dan bermanfaat bagi semua.... amiiin....

Waktu Sholat Hari ini

19 Maret 2009

Konsep Nabi Muhammad Saw. Membangun Islam

Salah satu jejak risalah Nabi Muhammad Saw yang menarik perhatian para ilmuwan untuk terus menggali dan mengkajinya hingga kini ialah langkah eksponensial nabi dalam membina dan mewujudkan konsep ”umat” sebagai satu ikatan yang kokoh dan bersifat kosmopolitan. Nabi Muhammad memperkenalkan istilah dan konsep umat yang belum pernah dikenal dalam peradaban manusia sebelum datangnya agama Islam.

Konsep umat menggantikan kabilah (kumpulan kekerabatan karena pertalian daerah), syu’ban (suku), hizbun, (golongan) dan segala bentuk ikatan yang bersifat primordialisme. Sebagai pemegang amanat rakyat yang bermacam ragam tetapi bersatu dalam cita-cita, Nabi Muhammad setelah hijrah dari Mekkah mengeluarkan Piagam Madinah pada tahun 1 H (622 M) sebagai pertanda lahirnya negara Islam.


Di atas prinsip-prinsip Piagam Madinah sebagai ”konstitusi negara”, Nabi Muhammad memberikan kebebasan sipil kepada orang-orang Kristen dari Najran yang mendiami Madinah, yaitu menjamin hak hidup mereka, hak milik dan agama mereka, di mana mereka mempunyai kebebasan penuh untuk mengamalkan agama yang mereka yakini.
Haji Zainal Abidin Ahmad dalam buku Piagam Nabi Muhammad Saw Konstitusi Negara Tertulis Yang Pertama di Dunia (Jakarta: Bulan Bintang, 1973) mengungkapkan, ”Istilah baru yang dibawa oleh konstitusi ini, ialah perkataan ”umat” (ummah) yang terletak pada bahagian depan sekali. Pasal 1 berbunyi: Sesungguhnya segenap mereka (warga negara) adalah satu umat, bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya.
Perkataan umat dalam pasal ini - menurut Zainal Abidin Ahmad - mempunyai pengertian yang sangat dalam, yang merubah paham dan pengertian kewarganegaraan yang hidup di kalangan bangsa Arab. Dengan timbulnya umat, dibongkarlah paham bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang sangat memecah-belahkan masyarakat Arab. Kehidupan politik yang sangat sempit, karena kabilah dan suku, yang dibatasi oleh tembok kelahiran (seperti Mekkah dan Madinah) sekarang runtuhlah semuanya, berganti dengan suatu masyarakat yang luas bebas dengan dasar persamaan yang merata.

Sementara itu, W. Montgomery Watt menyatakan bahwa masalah yang menonjol dalam komunitas ini (umat) adalah penciptaan kedamaian dan ketentraman di kalangan warga Madinah. Masalah tersebut bukan hanya terjadi di Madinah saja, tapi juga problem di seluruh jazirah Arabia saat itu. Namun demikian, di mata orientalis itu, Muhammad berhasil mengangkatnya dan menegakkannya dalam suatu sistem baru yang mengatasi paham kesukuan, golongan dan ikatan-ikatan lain. Masing-masing kepala suku yang sebelumnya mempunyai kekuatan/kekuasaan politik dan hanya berhubungan dengan kepala suku lainnya, maka dalam bentuk bangunan masyarakat baru itu, suku-suku yang ada saat itu seakan membentuk konfiderasi yang tergabung dalam suatu kesatuan yang dinamakan umat dan di bawah pimpinan Nabi Muhammad Saw.

Dengan demikian, tergambar di sini pengertian umat dalam Piagam Madinah, yakni lahirnya suatu paham politik baru di kalangan warganya, yakni kesadaran paham bernegara, walaupun dalam bentuk yang amat sederhana. Namun apakah konsep umat hanya mengacu kepada komunitas seagama saja. Para ulama tafsir seperti Syekh Mustafa Al-Maraghi mengemukakan pengertian umat dari berbagai segi, di antaranya:
Pertama, kata umat dalam pengertian umat manusia seluruhnya (satu kelompok) yang hidup saling mengadakan interaksi antara satu dengan lainnya, seperti dalam firman Allah, "Manusia adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan." (QS Al Baqarah [2]: 213)
Kedua, kata umat, dalam pengertian umat Islam, sebagaimana firman Allah, "Kamu adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar." (QS Ali Imran [3]: 110)
Ketiga, kata umat, dalam pengertian segolongan dari umat Islam. Firman Allah, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung." (QS Ali Imran [3]: 104).
Keempat, kata umat dalam pengertian millah (agama) sebagaimana yang terkandung dalam firman Allah, "Sesungguhnya agama tauhid ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku." (QS An Anbiya [21]: 92)
Para nabi sebelum Muhammad menyampaikan dakwahnya hanya kepada lingkungan kaumnya saja dan terbatas masa berlaku ajarannya. Tapi risalah terakhir yang dibawa oleh Nabi Muhammad ditujukan kepada seluruh manusia baik yang ada ketika itu maupun yang datang kemudian.

Islam mengajarkan bahwa seorang muslim adalah bagian dari umat Islam lainnya. Disebut umat, karena meskipun banyak jumlahnya dan sekarang tersebar menjadi warga negara di berbagai belahan dunia, tetapi sebenarnya umat Islam adalah satu. Setiap orang yang mengaku dirinya muslim, mengakui Al Quran dan Sunnah sebagai pedoman hidupnya, berarti menjadi satu keluarga umat yang memiliki kewajiban untuk saling memelihara dan melindungi keselamatan bersama.

Sesama muslim tidak boleh menghujat, menyebar aib-kejelekan yang lain, atau membiarkan kehinaan menimpa sesama muslim, tetapi sebaliknya wajib membantu yang lain, menasihati dan memperbaiki kesalahan saudaranya bila mengetahui. Maka, sangat tepat KH Saifuddin Zuhri (mantan Menteri Agama) mengatakan, jika persatuan dalam umat sudah terurai, jika solidaritas sudah berganti dengan pola hidup nafsi-nafsi, masihkah layak disebut umat? Jika hati tak lagi acuh terhadap orang lain, jika hati tidak lagi tergerak untuk menolong sesama saudara dalam umat yang sedang menderita, masihkah pantas dinamakan umat?
Nabi Muhammad mengajarkan hubungan seorang muslim dengan muslim lainnya adalah hubungan yang direkat karena kesatuan akidah, tata cara ibadah, dan tanggung jawab mewujudkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sekiranya ajaran Islam dilaksanakan dengan baik, maka tidak seorang muslim pun akan menanggung kesengsaraan seorang diri atau menderita kelaparan di tengah umat Islam lainnya.

Nabi Muhammad menggambarkan dalam Hadis bahwa hubungan seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagai satu bangunan, di mana antara satu bagian dengan bagian lainnya saling menopang dan memperkuat. Begitulah ideologi sosial umat Islam yang diwariskan oleh Nabi Muhammad sejak lima belas abad yang lampau.

Dalam momentum peringatan maulid, yaitu mengenang kelahiran Nabi Muhammad, marilah kita perkuat persatuan dan solidaritas umat Islam untuk tegak kembali menjadi umat yang besar. Membangun umat yang satu dan menyatu, bahu membahu, saling mencintai, serta tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, seharusnya menjadi agenda utama para pemimpin umat saat ini. Harus disadari bersama bahwa kebangkitan umat, persatuan dan solidaritas tidak akan terwujud, jika para pemimpin hanya asyik dengan dirinya dan sibuk membela kepentingan kelompok atau kepentingan sesaat, walau pun juga mengatas-namakan umat.

=====tulisan dikutip dari Website Ditjen Bimas Islam=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar